Senin, 24 Oktober 2011 0 komentar

RAILFANS

Part 1
Railfans ,fanspage pagi para penggemar kereta api. Nah lo? Emang ada penggemar kereta api? Kaya artis aja. Itulah yang ada dipikiranku dulu. Aku juga punya seorang teman yang maniak kereta api. Dia seperti anak kecil, berjingkrak-jingkrak kalau lihat kereta api. Sebenarnya, apa istimewanya kereta api sih. Aku sering sekali bertanya pada temanku itu. Meski aku belum pernah naik kereta api, tapi aku tidak menyimpan rasa penasaran berlebih pada kereta. Cukup tahu bagaimana penuh sesaknya kereta ekonomi dan yang membuat aku takut adalah seringnya kecelakaan kereta api di negeri ini. Dan semua itu berubah pada suatu sore, dimana semua anggapanku diatas salah, dan pertanyaan pada temanku itu akhirnya terjawab oleh diriku sendiri. Ya, dimulai pada sore itu.
Jumat, 21 Oktober 2011 0 komentar

resensi saga no gabai baachan


Judul                         : Saga no Gabai Baachan (nenek hebat dari saga)
Pengarang                : Yoshichi Shimada
Penerbit                     : Khansa Book (a division of Mahda Books)
Tahun terbit              : 2011
Cetakan                     : ke-2
Jumlah halaman      : 245 halaman

            Pada awanya tinggal bersama nenek bukanlah pilihan Akihiro Tokunaga. Waktu usia 8 tahun tanpa sepengetahuannya, ibunya mendorong Tokunaga masuk kedalam kereta  bersama bibinya untuk tinggal di rumah nenek di Saga. Dengan berat hati Tokunaga meninggalkan ibu, kakak dan Hiroshima, kota kelahirannya.
Senin, 10 Oktober 2011 0 komentar

resensi sebelas patriot


Judul                          : Sebelas Patriot
Pengarang               : Andrea Hirata
Penerbit                   : Bentang Pustaka
Tahun Terbit             : 2011
Cetakan                   : ke-1
Jumlah halaman      : 108 halaman

            Sepak bola adalah olahraga rakyat yang mendunia. Semua orang bisa memainkannya. Tak mengenal miskin atau kaya, tua atau muda. Seolah sepak bola bisa masuk dengan mudah ke belahan dunia manapun. Kehati siapapun. Mendarah daging. Dan menjadi kegembiraan tersendiri bagi yang memainkannya, menontonnya bahkan yang hanya mendengar ceritanya sekalipun.
            Ikal kembali bercerita. Kali ini ia menceritakan olahraga kegemarannya. Sepak bola.
            Berawal dari sebuah foto misterius yang ia temukan di sebuah album diatas lemari. Foto yang menurutnya memilliki aura histori yang kuat. Foto tua yang sudah buram. Seorang lelaki muda yang tengah memegang piala.
            Dulu semasa jaman penjajahan Belanda. Terkenal tiga bersaudara yang pandai bermain sepak bola. Mereka adalah kuli parit tambang PN timah. Mereka tersohor karena tim kuli parit kerap kali memenangkan berbagai pertandingan sepak bola yang diadakan Belanda. Meski pada akhirnya mereka terpaksa mengalah pada tim Belanda karena takut diangkut ke tangsi.  Hingga Belanda merasa terancam akan eksistensi tim sepak bolanya. Tiga bersaudara itu pun dilarang bermain lagi. Namun pada suatu partandingan. Tiga bersaudara nekad ikut bermain. Mereka meyakini, sepak bola dapat menjadi alat untuk berjuang melawan penjajah. Sampailah mereka di final melawan tim Belanda. Kali ini mereka tidak akan mengalah. Harga diri bangsa adalah taruhannya. Kepandaian tiga bersaudara tidak dapat diragukan lagi. Satu-satunya gol dari si bungsu tiga bersaudara menjadi saksi sebuah perlawanan kepada penjajah. Alhasil, mereka langsung diasingkan dan disiksa.
            Si bungsu, yang menjadi pahlawan pertandingan saat itu. Yang tempurung lututnya hancur akibat siksaan Belanda. Adalah ayah Ikal.  Dari sanalah, ikal mempunyai semangat sepak bola yang berkobar-kobar. Ia ingin melanjutkan cita-cita ayahnya menjadi pemain sepak bola negerinya. Pemain sayap kiri.
            Berbagai upaya ditempuh ikal untuk menjadi anggota junior PSSI. Mulai dari menjadi anggota tim sepak bola kampong yang dilatih oleh pelatih Toharun yang terkenal dengan filosofi buah-buahan dalam mengatur strategi permainan. Sampai ia menembus provinsi. Tapi, Ikal gagal pada tahap akhir. Ia tak menjadi anggota junior PSSI. Namun semangatnya pada sepak bola tak pernah padam. Dengan setia, ia dan ayahnya tetap membela PSSI, tim kesayangan mereka berdua  disetiap pertandingannya dengan hanya menonton di televisi kantor kepala desa.
            Sampai ikal dewasa dan kuliah di Sorbonne, Paris, Prancis. Ia tetap mendukung PSSI. Namun, ayahnya pernah bilang, selain PSSI, ia juga suka Real Madrid. Dengan usaha kerasnya menjadi backpacker, ikal pergi ke Madrid, mengumpulkan uang untuk membeli kaos bertanda tangan Louis Figo, pemain Real Madrid. Sampai ia berhasil menonton pertandingannya langsung atas bantuan temannya di Madrid. Adriana. Namun, di hati ikal, yang paling dalam. Dimana pun ia berada. Tim mana pun yang ia tonton. Tetap, PSSI menjadi nomor satu. Apapun yang terjadi. Ia akan meneriakan, Indonesia!indonesia! sebagaimana yang dilakukan ayahnya sewaktu pertandingannya melawan Belanda. Dan tetap menjadi patriot PSSI.

            Sebelas patriot adalah novel ke tujuh Andrea Hirata. Novel ini banyak menceritakan tentang sepak bola. Namun pada keseluruhan cerita, intinya adalah tentang patriotisme.
             Ditengah berbagai konflik dan huru-hara yang mendera PSSI. Mengecam, merendahkan, mempertahankan, mengacuhkan dan saling menyalahkan . Andrea justru mengahadirkan nuansa lain. Ia seolah menegaskan, sepak bola hanyalah 10%, sementara 90% nya adalah perjuangan membela Negara. Harga diri bangsa.
            Novel ini patut dibaca oleh seluruh pecinta bola di tanah air. Juga sangat di rekomendasikan untuk para pengurus PSSI dan para petinggi negri lainnya. Supaya mereka tidak sampai kehilangan esensi dari sepak bola itu sendiri. Mereka lebih mengutamakan ego, politik, bisnis dan lain sebagainya yang berkaitan dengan urusan pribadi. Mereka kerap kali lupa bahwa nama negeri ini adalah taruhannya. Harga dirinya.
            Melalui sepak bolalah, jiwa patriotisme bisa di pacu. Dibangunkan. Disadarkan kemudian di gerakan untuk bisa berbuat banyak pada negeri ini. Jiwa patriotisme akan menimbulkan semangat luar biasa sehingga bisa menggetarkan hati  siapapun. Dengan ini, para patriot bangsa diharapkan bisa menghidupkan negerinya. Dengan meneriakan, Indonesia! Indonesia!
            Indonesia, aku datang!
            Indonesia, engkau menang!
Rabu, 05 Oktober 2011 0 komentar

resensi novel

Judul                          : 9 Matahari
Pengarang                : Adenita
Penerbit                     : Grasindo
Tahun Terbit             : 2010
Cetakan                     : ke-5
Jumlah halaman      : 359 halaman

            Biaya. Adalah masalah klasik dalam dunia pendidikan. Demikian dengan Matari, seorang gadis yang sangat haus akan ilmu pengetahuan. Tapi, sayangnya ia tak punya cukup uang untuk menghilangkan dahaganya itu. Ditambah lagi, sang ayah yang tidak mendukung keinginannya untuk melanjutkan sekolah. Ia menganggap cita-cita Matari yang ingin sekali kuliah itu hanya angan-angan semata. Terlebih setelah ia di PHK dan hanya menjadi petani tanaman dengan penghasilan yang tidak menentu. Otomatis orang tua Matari angkat tangan soal biaya. Namun itu tak memadamkan semangat Matari untuk tetap lanjut kuliah. Dengan keyakinan dan keras kepalanya ia percaya bisa menjadi sarjana. Apapun caranya.
            Dimulai dengan meminjam uang dari kerabat dan sahabat sebagai modal masuk kuliah. Dengan bantuan kak Hera, kakak Matari. Ia berhasil mendaftar dan masuk ke sebuah Universitas di Bandung. Fakultas Ilmu komunikasi, program ekstensi.
            Langkah Matari tidak berhenti begitu saja. Justru, ini adalah awal perjuangan Matari meraih cita-citanya. Juga pengalaman hidup yang membuat jiwanya lebih kaya. Dengan gemblengan yang luar biasa menjatuh bangunkan seorang Matari.
            Setelah ia menjadi mahasiswa, ia berusaha berpikir bagaimana caranya bertahan hidup di Bandung. Tanpa ada dukungan dana dari siapapun. Dengan berbagai cara, Matari bekerja apapun yang bisa menghasilkan uang. Akhirnya, ia diterima bekerja sebagai penyiar radio. Meskipun gajinya tidak mencukupi kebutuhannya dan menutupi hutang-hutangya. Alhasil, Matari harus gali lobang tutup lobang untuk menyambung hidup. Tapi, bermula dari penyiar itulah, terbuka kesempatannya untuknya mengeksplorasi diri,  mulai dari MC sampai ikut ajang pemilihan presenter berita. Jaringan komunikasi terbuka lebar. Matari punya banyak teman. Tapi ia tetap merasa ada yang salah dengan dirinya.
            Di tengah-tengah perkuliahannya, ia mulai terseok-seok. Hutangnya semakin menumpuk dan lingkungan kerjanya yang semakin tidak kondusif membuatnya semakin tidak nyaman. Matari mulai menunggak uang kuliah. Sampai suatu hari ia menjadi sangat drop. Matari sakit. Namun, ia beruntung mempunyai seorang teman bernama Sansan dan keluarganya yang sangat welcome pada Matari. Selama sakit itulah, Matari tinggal di rumah keluarga Sansan. Dari sanalah, Matari mendapat sulutan semangat baru. Terutama mami, ibu Sansan yang tak henti menyemangatinya.
            Matari punya semangat baru, ia berjanji akan menjadi Matahari yang menyinari semua orang terutama untuk keluarga Matari. Ia memutuskan keluar dari pekerjaanya sebagai penyiar dan cuti kuliah. Ia ingin rehat sejenak dan belajar dulu dari sekolah kehidupannya.
            Matari mulai ikut bergabung dengan empat sekawan. Arga, Mas Medi, Genta dan Ical. Mereka adalah para pelopor CTV. Merekalah para matahari baru untuk Matari. Yang menjadikan hidup Matari lebih hidup. Yang ikut andil dalam memberikan nyawa bagi mimpi-mimpi Matari.
            Atas bantuan keluarga seruling, keluarga baru yang ia kenal dari Pandu sahabatnya. Matari dapat melanjutkan kuliah yang hampir Drop Out. Ia juga kembali bekerja di radio. Kembali menyambung hidup yang hampir sekarat. Ia ingin membuktikan pada keluarganya, terutama ayahnya. Bahwa pendidikan bisa mengubah nasib seseorang. Pendidikan bisa meningkatkan kesetaraan derajat manusia yang berada di bawah garis miskin sekalipun. Ia yakin, seorang Matari bisa menjadi Matahari.

            Buku ini sungguh menginspirasi. Tapi jauh dari itu, buku ini seperti virus yang menularkan semangat bagi pembacanya. Mencoba menghidupkan mimpi-mimpi dan menjadikannya nyata.
            Buku ini sangat direkomendasikan untuk para mahasiswa dan calon mahasiswa yang haus ilmu. Juga pada semua orang yang punya mimpi. Bahwa untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, kita harus berani membayarnya dulu. Semahal apa, tergantung kualitas keinginan kita. Dibayar dengan apa, itu bagaimana yang kuasa. Kita hanya diwajibkan untuk berusaha.
Semangat! 
 
;