Jumat, 18 Januari 2013

sono


Terdengar di telingaku lewat headset yang aku pasang, alunan gending kawih sunda. Selaras dengan siang yang terik seperti ini membuat kerinduan pada sesuatu. Rindu pada alam pasundan yang menghampar luas beserta hiruk pikuk manusianya. Padahal aku sendiri masih berada di tanah sunda, tapi rasa rindu itu suka datang tiba-tiba jika mendengarkan lagu-lagu tentangnya. Tanpa alasan yang jelas.

“ku lucu malati, nu aya di taman-taman sari...........”

Itulah lirik pertama yang aku ingat betul sejak beberapa tahun yang lalu. Dulu kakekku sering menggumamkan kawih ini padaku. Yang tergambar saat itu adalah aku sedang berada di dapur  duduk di jojodog kecil depan  hawu sambil membakar opak. Di samping hawu ada si lutung, kucing peliharaan nenekku yang berwarna hitam kelam. Matahari terik di luar terasa sampai kedalam karena pintu dapur di buka lebar. Berbaur dengan hawa panas dari hawu yang kayunya sedang membara merah mengembangkan bulatan opak yang kadang menitikan noda kehitaman jika segera tidak dibalik. Yang lebih terasa lagi adalah wangi asap hawu yang mengepul naik ke para diselingi kilatan sinar matahari yang masuk dari lawang pintu dapur menimbulakn kilauan keemasan yang mengkilat, indah, membentuk lorong asap meninggi ke para sampai menembus atap genting, terus ke atas sampai tidak terlihat. Dan saat itu aku membayangkan kalau asap-asap itu akan terus naik ke langit berkumpul dengan asap-asap dapur lain kemudian membentuk awan yang menurunkan hujan.  Ketika itu aku belum bersekolah jadi imajinasiku menyebar bebas tanpa ada batasan. Tidak logis namun menyenangkan. Kini setelah belasan tahun berlalu. Di saat semuanya hanya berupa rindu saja tanpa ada obatnya. Karena tidak akan ada suara merdu kakekku yang menyanyikan kawih itu, tidak juga si lutung yang melingkarkan tubuhnya dipinggir hawu, bahkan hawu tempatku membakar opak dulu sudah direnovasi sedemikian rupa. Juga tak ada anggapan asap-asap menjadi awan yang menurunkan hujan karena aku sudah jadi mahasiswa. Tak lagi ada tempat rinduku selain imajinasiku yang menyebar luas tanpa memedulikan apapun yang ada disampingku sekarang. Untuk sejenak biarakan aku sendiri tenggelam menyelami masa-masa indah dulu melewati lorong-lorong waktu , memvisualisasikan apa yang aku lihat seperti apa yaang ada di hatiku. Seiring gending kecapi ini biarkan aku sejenak membaur dengan rindu yang bergerak tanpa batas dalam imajinasiku.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;